Medan, TransNusantara.co.id-Aktivitas dari kapal pukat Trawl yang notabene milik para pengusaha bermata sipit. Dimana terlihat kapal-kapal pukat trawl tersebut banyak sandar di gudang-gudang yang ada di kawasan Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan Gabion Belawan.
Sejumlah nelayan tradisional berskala kecil dan pengurus organisasi nelayan Kamis (8/10) berharap agar aparat penegak hukum harus bersikap tegas dengan adanya kapal pukat Trawl terlihat para pekerja di kapal-kapal pukat trawl dan di jermal-jermal di perairan Belawan.
Namun terlihat belum ada tindakan tegas dari Bakamla dan PPSB { Pelabuhan Perikanan Samudra Belawan terhadap kapal-kapal pukat trawl yang semakin mengganas menangkap ikan di zona nelayan berskala kecil sehingga membuat nelayan berskala kecil semakin sengsara berkepanjangan karena hasil tangkapan sangat minim.
Selain merugikan para nelayan , dimana aktivitas kapal-kapal pukat trawl sangat merusak biota dan ekosistem laut.
Selayaknya aparat Badan Keamanan Laut (Bakamla) tidak hanya menangkap kapal-kapal nelayan asing saja, karena ratusan kapal ikan pukat trawl yang diduga memanipulasi surat izin setiap harinya juga menangkap ikan secara ilegal namun saat ini tidak satu pun kapal ikan mengunakan alat tangkap trawl
Safarudin Nelayan Belawan mengatakan banyaknya kapal-kapal pukat trawl yang menggunakan alat tangkap yang dilarang oleh pemerintah itu membuat aktivitas penangkapan ikan semakin marak tanpa memperhatikan nasib nelayan tradisional dan nelayan berskala kecil.
Dimana kapal ikan Pukat Trawl asal Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan sangat berbahaya, selain memiliki bobot yang besar dan jumlahnya besar . Kita menduga ada unsur pembiaran dari aparat penegak hukum terhadap kapal Trawl asal Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan (PPSB) sehingga para pengusaha perikanan berlomba-lomba membuat kapal Trawl,” sebut Safaruddin .
Amir Nelayan Kecil yang mengharapkan Kalau pemerinah mau melakukan penegakkan Undang- Undang Perikanan jangan hanya kapal ikan asing saja yang di tangkap, tapi kapal ikan yang mengunakan alat tangkap Trawl samahalnya kapal Nelayan Asing ujarnya
Dimana Selat Malaka dan Belawan ditambah lagi akibat terbitnya peraturan Menteri KKP yang merevisi PermenKP no 71 tahun 2016 tentang zona dan alat tangkap nelayan berakibat timbulnya penafsiran baru bagi para nelayan kecil.
Seharusnya peraturan Menteri KKP berpihak kepada nelayan tradisional atau berskala kecil demi tercapainya kesejahteraan para nelayan dan bukan untuk kepentingan para pengusaha kapal-kapal pukat harimau tersebut,” tegas .
Selain itu juga yang dihadapi Nelayan kecil untuk mendapatkan bahan bakar minyak solaryang bersubsidi hingga kini belum bisa diatasi oleh instansi terkait,
sementara para nelayan bersekala besar pengguna alat tangkap yang salah sangat mudah mendapatkan minyak bersubsidi.Selain itu, tambah Rudi Nelayan kecil ,
mengharapkan kepada Ditpolair Polda Sumut, PSDKP Gabion Belawan serta Dinas Perikanan Provinsi Sumatera Utara uuntuk melakukan tindakan tegas terhadap kapal-kapal pukat trawl, , yang menghancurkan biota dan eksosistem laut Selat Malaka sehingga merugikan kaum nelayan kecil khususnya dimana kapal 30 GT ke atas tersebut yang rata-rata memanipulasi perizinan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), Surat izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Laik Operasi (SLO) dan Surat Persetujuan Berlayar (SPB).
Perlu Diingat, Per 1 Januari 2017 tiga tahun yang lalu KKP Sudah Resmi Larang Pukat Harimau. … Secara resmi, Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Permen Kelautan dan Perikanan No 2/2015 sudah memberlakukan pelarangan penggunaan alat penangkapan ikan trawl dan seine nets yang lebih dikenal sebagai cantrang atau pukat harimau.2 Jan 2018
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menegaskan bahwa alat tangkap ikan pukat harimau (trawl) dan pukat tarik (seine nets) tidak diperbolehkan lagi digunakan di perairan Sumatra Utara pada awal tahun 2018.
Terhitung sejak 15 Januari 2018, tidak ada lagi yang namanya kapal pukat harimau dan seine nets melakukan penangkapan ikan di perairan Indonesia,” kata Susi ketika berdialog dengan nelayan tradisional Sumatera Utara di Pantai Sialang Buah, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai, Kamis (14/12).
Dalam dialog bertema Nelayan Indonesia Berdaulat, Mandiri, dan Sejahtera itu Susi mengatakan kebijakan pemerintah melarang kegiatan pukat harimau itu tidak lain adalah untuk kepentingan nelayan kecil. Ia mengatakan penangkapan ikan menggunakan pukat harimau selama ini merugikan nelayan tradisional dan juga memasuki wilayah tangkapan mereka.
Pukat harimau yang memiliki jaring berbentuk kantong tidak hanya menguras bibit ikan yang masih kecil maupun ikan dewasa, tetapi juga menghancurkan terumbu karang yang terdapat di dasar laut. “Bahkan, alat jaring trawl tersebut juga menghancurkan ekosistem yang terdapat di laut, habitat ikan, dan rumput laut,” ujarnya.
Susi menyebutkan, untuk menyelamatkan lingkungan di laut maka dikeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pelarangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Trawl dan Seine Nets. Peraturan yang dibuat Pemerintah itu harus dipatuhi oleh nelayan dengan tidak lagi menggunakan alat penangkapan ikan yang dianggap tidak ramah lingkungan
Hukum harus ditegakkan. Kapal-kapal pukat trawl harus diberantas karena keberadaannya menyengsarakan nelayan tradisional dan merusak eksosistem laut. Bakamla harus berpihak kepada rakyat dan nelayan tradisional sekaligus memperhatikan kondisi kehidupan nelayan tradisional yang semakin sengsara akibat dari aktivitas kepal-kapal pukat harimau tersebut,” terangnya {Tim}