Belawan,TransNusantara.co.id-Kegiatan kapal-kapal pukat (trawl) diperairan Selat Malaka semakin mengganas
membuat para Nelayan Tradisional resah Ironisnya, tidak adanya tindakan tegas dari institusi penegak hukum dari Badan Keamanan
Laut (Bakamla) dan Kementerian Kelautan dan
Perikanan terhadap aktivitas kapal-kapal pukat
trawl yang menggila dimaksud.
Terlihat Kapal-kapal pukat trawl tersebut banyak sandar di kawasan tangkahan
ikan di Gabion Belawan, seperti di gudang-gudang Apeng, dan gudang Kari Agung dan Gudang Kelong yang ada di kawasan Pelabuhan Perikanan Belawan.
Dimana kapal pukat Trawl yang sandar begitu banyak
terlihat belum ada tindakan tegas dari Bakamla dan PSSB terhadap kapal-kapal pukat trawl dimana pukat trawl yang semakin mengganas menangkap ikan di zona nelayan berskala kecil sehingga membuat
Nelayan tradisional atau Nelayan kecil
meresahkan akibat ulah para pengusaha besar.
Nelayan berskala kecil semakin sengsara
berkepanjangan karena hasil tangkapan sangat
minim.
Seharusnya aparat Bakamla tidak hanya menangkap kapal-kapal nelayan asing saja melainkan Nelayan Besar seperti Nelayan yang menggunakan jaring pukat Tawl yang dilarang pemerintah yang wajib tangkap karena ratusan kapal pukat trawl yang diduga memanipulasi surat izin setiap harinya jika menangkap ikan secara ilegal namun hingga saat ini tidak satu pun kapal ikan pukat trawl ditangkap seharusnya Perikanan Samudera Belawan (PPSB) yang diamankannya.
Selain itu juga untuk bahan bakar Solar diduga kapal Ikan pukat Trawl juga mendapat BBM dari APMS (Asosiasi Penyaluran Minyak Solar) sehingga membuat Nelayan Kecil (Tradisional) susah mendapat BBM Solar.
Amiruddin alias Amir Nelayan kecil warga Belawan yang menyebutkan, banyaknya kapal-kapal pukat trawl yang menggunakan alat tangkap yang dilarang oleh pemerintah itu membuat aktivitas penangkapan ikan semakin marak tanpa memperhatikan nasib nelayan tradisional dan nelayan berskala kecil.
Kalau kita menduga adanya unsur pembiaran dari aparat penegak hukum terhadap kapal Trawl asal Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan (PPSB) sehingga para pengusaha berlomba-lomba membuat kapal
Trawl,” sebut Amir.
Selain itu, Hendra SH ,aktivis peduli nelayan ini, yang mengatakan berkurangnya hasil tangkapan nelayan berskala kecil diakibatkan ulah dari kapal-kapal pukat trawl yang menggunakan alat tangkap yang salah dan melanggar Undang Undang Kementerian Kelautan dan Perikanan, akan tetapi masih tetap merajalela di perairan Selat Malaka.
Dengan ada peraturan Menteri KKP yang merevisi Permen KP No 77 tahun 2016 tentang zona dan alat tangkap nelayan berakibat timbulnya penafsiran baru bagi para nelayan kecil.
Dimana diantara Permen KP yang masuk rencana untuk direvisi, adalah Permen KP No.2/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan (API) Pukat Hela (Trawl) dan Pukat Tarik (Seinen Nets). Rencana revisinya masih berulang Kali.
Dimana kinerja pukat Trawl dalam hitungan jangka panjang pun, penggunaan trawl bersifat negatif. Seperti, terjadinya penangkapan berlebih (overfishing) karena sifat tangkapnya yang menyapu semua yang ada di dasar laut, termasuk hewan-hewan laut yang berukuran kecil.terjadinya kehancuran ,terumbu karang yang secara alami menjadi rumah bagi reproduksi berbagai jenis ikan. Dampaknya ekosistem laut bakal rusak dalam jangka panjang.
Masyarakat pesisir mengharapkan dan mengatakan, Pak Menteri Perikan Edhy Prabowo harus meninjau ulang rencana Revisi Permen KP No.2/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan jika aturan pelarangan trawl dan seinen nets direvisi,” ungkapnya.
Penerapan Permen KP No.2/2015 dinilai sudah tepat dan benar. Karena secara
substansi penggunaan trawl akan mengancam keberlanjutan sumber daya kelautan dan perikanan di perairan Indonesia.
Karna dalam hitungan jangka panjang pun, penggunaan trawl bersifat negatif. Seperti, terjadinya penangkapan berlebih (overfishing) karena sifat tangkapnya yang menyapu semua yang ada di dasar laut, termasuk hewan-hewan laut yang berukuran kecil.
Berikutnya, praktik penggunaan trawl akan menghancurkan kehidupan dasar laut, karena alat tersebut menggunakan pemberat yang akan bekerja sampai ke dasar laut dan menghancurkan kehidupan hewan kecil dan bertubuh lunak,dan sebagainya.
Dampak buruk lainnya adalah munculnya ketidakadilan akses terhadap sumber daya kelautan dan perikanan. Karena disapu habis
oleh pengguna trawl tampa bisa dimanfaatkan oleh nelayan kecil.
Masyarakat kawasan pesisir yang
mengatakan banyak ditemukan penggunaan trawl sebagai API pada kapal ikan, berukuran di bawah 5 gros ton (GT) yang menggunakan trawl sebagai alat menangkap ikan.
Dimana trawl jelas melanggar prinsip keadilan, nelayan-nelayan skala kecil akan kesulitan menangkap ikan,” tegasnya.
Sekarang Pemerintah Indonesia juga masih belum bersikap tegas pada aktivitas kapal ikan yang mengoperasikan cantrang atau trawl, menunjukkan kalau Pemerintah dan aparat penegak hukumnya, baik di pusat maupun di daerah, masih belum mengambil sikap akhir yang tegas dalam melaksanakan regulasi.
Warga Masyarakat pesisir juga mengaharapkan adanya tindakan dari pemerintah melalui seperti Bakamla dan PSSB untuk melakukan pemeriksaan surat ijin selain itu juga pihak Bakamla dan PSSB melakukan pasokan bahan Bakar kapal ikan pukat Trawl perlu juga dilakukan pemeriksaan akibat banyak kapal pukat Trwal diduga juga mendapat BBM Solar dari APMS membuat Nelayan Tradisional susah mendapatkan BBM (tim)