Bertahun-tahun Sertifikat Tak Kunjung Jadi, Warga Salak Minta Ombudsman Evaluasi Pelayanan BPN Pakpak Bharat

Pakpak Barat, TransNusantara.co.id- Kisah perjuangan seorang warga Salak inisial S dalam mengurus sertifikat tanah yang telah hilang berujung kekecewaan yang mendalam, dimana dirinya hanya ingin mendapatkan hak atas tanah termasuk dalam Hal Asasi Manusia (HAM). Dari tahun 2017 hingga sekarang proses pembuatan sertifikat tanah di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Pakpak Bharat belum juga usai.

Diduga disepelekan dan terkesan diulur-ulur pengurusannya, S meminta kepada Ombudsman Perwakilan Provinsi Sumatera Utara agar segera mengevaluasi kinerja BPN Kabupaten Pakpak Bharat guna mencegah adanya dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan Pelayanan Publik di Kantor pengurusan tanah itu. S menerangkan bahwa awalnya dirinya ingin mengurus sertifikat sebidang tanah yang hilang yang telah dijual kepadanya, ia mendatangi kantor BPN guna meminta persyaratan yang akan dipenuhi dalam pengurusan sertifikat hilang itu.

Usai dari Kantor BPN Ia pergi ke Kantor Polisi guna mengurus Surat Keterangan Hilang, alhasil polisi kembali menyuruh S ke BPN untuk mengurus surat Keterangan Tanah Terdaftar sebagai dasar persyaratan mengurus surat keterangan hilang.

Tak merasa lelah, S kembali ke Kantor BPN untuk mengurus surat pengantar itu, yang diminta oleh pihak kepolisian. Tapi sesampainya di BPN, ia malah disuruh ke kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang ada di Lae Trondi Desa Boangmanalu oleh salah seorang staff BPN bernama Prianto.

Tanpa basa-basi, dia pun beranjak ke kantor PPAT, dan lagi-lagi pihak PPAT terkesan mempersulit pengurusan surat tersebut, dan melempar nya kembali ke Kantor BPN. “Ini bukan kami yang mengeluarkan surat ini bu, belum pernah kami ngurus surat seperti ini, ini wewenang BPN,” Ujar Pejabat Pembuat Akta Tanah, Siti Rohaya Hasibuan, kemudian menyuruh S untuk kembali ke kantor BPN karena disebutkan BPN lah yang berhak mengeluarkan surat itu.

Tak terima karena telah dipermainkan seperti anak-anak, S kemudian mengambil tindakan meminta pendampingan kepada lembaga hukum, alhasil permohonan nya diterima dengan baik oleh PPAT. Meskipun demikian setelah berkas diterima pihak PPAT, selama dua minggu surat keterangan tanah terdaftar itu juga tak kunjung selesai dengan alasan masih dlaam proses pembuatan titik koordinat (tikor) tanah tersebut.

Menyikapi hal itu, Ketua LSM Garda Peduli Indonesia Kabupaten Pakpak Bharat, Agus Padang mengungkapkan untuk membenahi suatu Birokrasi di Pemerintah harus dimulai dari diri sendiri/instansi, karena atas dasar tersebut pihak BPN dan PPAT bisa saja dilaporkan atas dugaan Maladministrasi yang dilakukan dalam hal proses pensertifikatan yang tak kunjung usai dan terkatung-katung selama 4 (empat) tahun lamanya.

“Kami selaku Kontrol Sosial mengaku kecewa dengan pelayanan kantor BPN Pakpak Bharat dan kami tetap akan terus mengawal permasalahan ini sampai akhir dengan cara-cara sebagaimana yang diatur oleh Undang-Undang ataupun peraturan lain yang berlaku di Negara Indonesia salah satunya dengan melaporkan permasalahan ini kepada OMBUDSMAN RI Perwakilan Sumatera Utara,” ungkap Agus pada Rabu (17/02/2021).

Sementara itu, dari pihak BPN sendiri sangat susah untuk dimintai keterangan mengenai kasus tersebut. Namun sampai berita ini dipublish, pihak BPN yang diwakili Prianto belum sama sekali menjelaskan mengenai lamanya waktu pengurusan sertifikat tanah warga salak tersebut. (Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.