Zulkifli Lubis Rahimahullahu Merupakan Sosok Yang Pertama Menjabat Kepala Intelejen di Indonesia

 

Transnusantara.co.id,
Madina,
Sosok Alamarhum Kolonel Zulkifli Lubis yang pertama kali menjabat Kepala Intelijen di Indonesia, sekarang disebut ( Kepala BIN ).

Intelijen Indonesia dahulu bernama Badan Rahasia Negara Indonesia (BRANI) 1945 – 1958 dan Kolonel Zulkifli Lubis rahimahullahu adalah Kepala Intelijennya Sekarang namanya Badan Inteljen Negara ( BIN).

Zulkifli Lubis beruntung karena ia adalah satu-satunya orang Indonesia yang berada di Singapura untuk memperoleh kesempatan mempelajari dunia intelijen dalam praktik dengan bimbingan dari Rokugawa (bekas komandan Seinen Dojo)

Selain itu, beliau juga merupakan sosok yang kompleks. Zulkifli Lubis dilahirkan di Aceh, 26 Desember 1923. Dibesarkan dalam kalangan Islam religius yang membuatnya berseberangan dengan komunis, dalam hal ini PKI melalui peristiwa PRRI Permesta (Nur Hadi : Sejarawan Universitas Negeri Malang)

Peristiwa penangkapan Menteri Luar Negeri Ruslan Abdulgani pada 16 Agustus 1956. Perintah penangkapan langsung dari WKSAD Zulkifli Lubis dan Kolonel Kawilarang selaku Panglima Tentara Teritorium yang memiliki wewenang melakukan penangkapan. Tuduhan yang dikenakan pada Ruslan Abdulgani ialah keterlibatannya dalam korupsi yang dilakukan oleh Lie Hok Thay (Wakil Direktur Percetakan Negara). Jaksa Agung Suprapto sampai turun tangan dalam kasus ini.

Faktanya Ruslan Abdul Gani lolos tak dapat ditangkap setelah Perdana Menteri Ali Sastroamijoyo dan KSAD A. H. Nasution campur tangan. Saat itu pro kontra RUU Korupsi menjadi bola panas di parlemen. Zulkifli Lubis pun marah dan mengecam kedua pejabat tersebut melalui pers. Dalam cuplikan wawancara dengan koran Indonesia Raja yang dikomandani legenda pers Indonesia Mochtar Lubis, Zulkifli menyatakan Perdana Menteri Ali dan KSAD Nasution telah membela pejabat yang batil. Kasenda melukiskan konflik ini dengan satu bab khusus di dalam bukunya dengan sub judul “Peristiwa Lubis”, sesuai istilah yang digunakan KSAD A. H. Nasution.

Bagi Lubis, ajaran ayah dan ibunya sama dengan ajaran intelijen. Agar dapat “menerima nasihat”, seseorang harus bersikap demokratis dan rendah hati. Begitu pula dengan cara intelijen. “Harus ramah, baru bisa mencari nasihat (baca: informasi). Kalau kita sombong, tidak bisa mencari nasihat. Satu segi dari nilai demokrasi itu adalah mampu mengendalikan diri menjadi mencari nasihat. Itu yang saya praktikkan,” kata Lubis dalam memoarnya di majalah Tempo, 29 Juli 1989, Sekilas sejarah Kolonel Zulkifli Lubis.

#BanggaJadiOrangMandailing!
#PahlawankuAdalahInspirasiku!
#UlangLojaMambaenNadenggan!
#GiatkanLiterasiSelamatkanGenerasi!
#Salam_Ikatan_Pemuda_Mandailing!

Dikutip dari berbagai sumber.
Oleh : Sulaiman Hasibuan , Jurnalis Trans Nusantara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *