KOTA MEDAN DARURAT PREMANISME

Opini663 views
663 views

 

TRANSNUSANTARA.CO.ID
MEDAN–

Akhir-akhir ini marak diberitakan dan ditayangkan lewat media sosial berbagai kasus pemalakan yg dilakukan oknum-oknum yang mengatasnamakan organisasi tertentu.
Modus operandi uang bongkar muat, uang keamanan, uang lapak dan berbagai istilah seringkali dipakai para oknum untuk mengeruk keuntungan tanpa mau bekerja keras.

Para sopir truk dan pemilik usaha seringkali mendapat intimidasi bila tak memberi apa yang mereka minta. Demi tak mau terjadi keributan dan masalah, mereka harus memberi alakadarnya dengan sedikit negosiasi.

Upaya pemberantasan oknum pemeras/para preman tetap dilakukan oleh aparat kepolisian, namun ketika tindakan tegas dan terukur dilakukan mereka untuk sementara tiarap.

Tak kurang berbagai tim dengan berbagai nama digerakkan oleh Polrestabes Medan dan jajarannya, namun seolah tak memberikan hasil diakhir.
Pemberantasan Preman bukan hal baru di tanah air. Di era tahun 80-an, Pemerintahan zaman Soeharto pernah meredam kriminalitas dengan cara Petrus (penembakan misterius) dimana korbannya mati dengan luka tembak dan jenazah sengaja diletakkan diberbagai tempat agar masyarakat jangan berbuat kriminal bila tak mau mengalami seperti barang contoh. Hingga pada akhirnya Petrus yang dikemudian hari banyak mendapat sorotan dari dunia internasional dan Amnesti Internasional.

Kota Medan, Kota terbesar ketiga di Indonesia juga memiliki persoalan yang sama dengan berbagai kota di Indonesia. Juga mengalami pasang surut soal kriminalitas. Sempat kondusif saat Kapolri dijabat oleh Jend (Pol) Drs. Sutanto. yang langsung menginstruksikan agar menutup perjudian dan menghentikan aksi pungli.

Saat ini diperlukan sedikit keberanian dari warga masyarakat untuk melawan para preman, minimal ambil video saat kejadian berlangsung. Lalu tayangkan di media sosial agar polisi bergerak cepat menangkap pelaku.
Keberanian masyarakat melawan aksi premanisme harusnya didukung oleh aparat kepolisian, sbg pengayom masyarakat. Pengayom yang bukan sekedar slogan di spanduk dan tulisan diberbagai tempat.
Mengapa? Saat ada pedagang di Pajak Gambir yang dianiaya preman, malah dijadikan tersangka pula oleh pihak Polsek Percut Sei Tuan yang pada akhirnya Polda Sumatera Utara bergerak cepat langsung mencopot Kapolsek AKP Janpiter Napitupulu dari jabatannya.
Dalam hal ini terlepas benar tidaknya dengan cerita yang berhembus bahwa anggota keluarga yang jadi tersangka terlebih dahulu melakukan pemukulan. Sehingga para Preman yang menganiaya melakukan laporan balik.

Apakah preman memang dilindungi atau sengaja dibentuk untuk melakukan tindakan pemalakan dan melakukan setoran ? Sulit mengungkapnya. Namun hegemoni kekuasaan preman bila dibiarkan berlarut-larut Kota Medan akan menjelma menjadi kota Mafia. Yang bila ada persoalan hukum akan aman dari jerat hukum, geraknya diorganisir, mendapat tempat khusus (privilege) dari kalangan, anggota Legislatif yang menjadi ormas OKP karena butuh dukungan, dari oknum penegak.hukum yg butuh setoran dan pemasukan serta dari pimpinan daerah apakah itu Walikota atau Bupati.

Masyarakat butuh kenyamanan dalam menjalankan aktivitas usaha sehari-hari. Masyarakat Sumatera Utara bangga memiliki seorang Gubernur yang mantan seorang Komandan Kostrad untuk memimpin daerahnya. Perlu upaya konkrit dari sang Gubernur melindungi warga sipil dari upaya kriminal dan para preman yang menggunakan baju seragam OKP.
( 007 )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.