Oleh: Hasbullah Silalahi
Pemekaran Kabupaten Simalungun yang sempat diramaikan beberapa tahun yang lalu, kini kembali dingin dan wacana itu hanya jadi angan-angan. Macetnya pembahasan itu bisa jadi karena kebijaksanaan pemerintah pusat di Jakarta yang menghentikan untuk sementara waktu tentang pemekaran daerah.
Berdasarkan rencana tersebut ibukota kabupaten pemekaran tersebut di Perdagangan suatu kota dipinggir Bah Bolon. Konon pada masa lampau orang-orang dari hulu dengan perahu membawa sayur, buah-buahan dan sebagainya yang bertemu dengan orang-orang dari hilir yang juga berperahu membawa garam, ikan, tembakau dan lain-lain di tempat yg kini bernama Perdagangan.
Sejak ibukota kabupaten Simalungun itu dipindahkan dari Pematang Siantar ke Pematang Raya belasan tahun yang lalu, warga di hilir yang berbatasan dengan kabupaten Batubara kepayahan untuk berurusan ke Kabupaten. Mereka harus berganti angkutan umum untuk mencapai ibukota Kabupaten. Terkecuali mereka yang memiliki kecendrungan sendiri seperti wakil-wakil rakyat, pengusaha, kalangan bisnis dan lain-lain. ”
Dalam hal ini pemekaran merupakan solusi yang terbaik untuk menyelasaikan masalah tersebut” kata Teslam yang bermukim di Desa Bandar Tinggi.
Sebenarnya masyarakat di kawasan hilir masih ada yg belum sependapat dengan nama “Simalungun Hataran” yang akan ditabalkan menjadi nama kabupaten pemekaran tersebut. Mereka lebih “pas” dengan nama ” Bandar Simalungun” karena banyaknya nama “bandar” dikawasan hilir. Ada beberapa kecamatan yang bernama “bandar” yakni Kecamatan Bandar, Kecamatan Pematang Bandar, Kecamatan Bandar Haluan, Kecamatan Bandar Masilam. Sedangkan desa-desa yang memakai nama “bandar” cukup meriah. Mulai Bandar Betsy, Bandar Tinggi, Bandar Pulo, Bandar Masilam dan sebagainya.
Seorang guru Bahasa Indonesia di sekolah negeri di Perdagangan menyebutkan, ada perbedaan ucapan antara orang Tapanuli dengan bukan Tapanuli. “Tapi jangan catat nama saya, nanti katanya saya menggurui” imbuhnya. Ia mengingatkan, orang Tapanuli tidak memiliki kata “K” dipangkal kata. Memberikan contoh nama binatang seperti kerbau menjadi horbo, kera menjadi “herak” kucing menjadi haruting dan kambing menjadi hambing. Sebagai bukti lain disebutkan sebuah desa dekat Serbelawan bernama “Tanjung Kataran”. Orang Tapanuli menyebutkannya “Tanjung Hataran” sebaliknya orang jawa atau Melayu dan sebagainya menyebutkannya dengan nama Tanjung Kataran.
Simalungun tidak terlepas dengan pengaruh jawa.
Pada abad ke-14 ketika Kerajaan Majapahit (dekat Mojokerto, Jawa Timur) mengalami zaman keemasannya di bawah Raja Hayam Wuruk dan Maha Patih Gajah Mada melakukan ekspansi. Melayu seperti yang pernah dilakukan kerajaan Sriwijaya, Majapahit menduduki pulau Tumasik (sekarang Singapura) dan mengutip cukai pada kapal-kapal yang melintas. Setelah menundukkan sejumlah kerajaan kecil di Sumatera bagian Utara, pasukan Majapahit masuk ke Simalungun. Raja Simalungun menghindari perang besar dan menyatakan tunduk pada Majapahit. Sebagai imbalan mengakui kedaulatan Majapahit, Raja Simalungun memberikan konsensi areal yang dikenal dengan nama Tanah Jawa yang kini menjadi salah satu wilayah kecamatan di Kabupaten tersebut.
Pasukan Majapahit juga masuk ke tanah Batak yang konon kabarnya banyak raja, tapi kenyataannya tidak ada istana ( keraton) yang lazimnya menjadi pusat kekuasaan untuk ditundukkan.
Melihat sejarah dan perkembangan bangsa, pemekaran Kabupaten Simalungun idealnya ditabalkan dengan nama “Bandar Simalungun”.
(Transnusantara.co.id)