DELI SERDANG (Transnusantara.co.id)-Anggota Komisi XI DPR RI H Hidayatullah SE dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
H.Hidayatullah, SE, pada Minggu malam (21/2) berkunjung ke Kabupaten Deli Serdang sembari adakan temu ramah dengan Insan Pers di Cafe Uncle Sam’s Lubuk Pakam .
Kehadiran H. Hidayatullah, SE didampingi Ketua DPD PKS Kabupaten Deli Serdang Junaidi Parapat SE, Sekretaris Abdul Rahman Pasaribu SE, Anggota DPRD Kabupaten Deli Serdang Muhammad Darwis Batu Bara dan Ketua Bidang Humas Iqbal Anshari.
Pada pertemuan itu H Hidayatullah menyampaikan sekelumit permasalahan yang ada saat ini ketika terjadi Resesi Perekonomian ditengah-tengah Pandemi Covid-19. Pemerintah Pusat maupun Parlemen di DPR RI saat ini melakukan susunan agenda program guna bangkit dalam suasana ekonomi lemah saat ini, dan tidak terlepas adanya program bantuan berkaitan dengan uang, tentunya hal ini membuka peluang adanya korupsi .
Senternya Eksekutif itu adalah kekuasaan dan didalammya bisa berpotensi korupsi berjamaah. Oleh karena itu Lembaga Pers sebagai pemantau tiga elemen yaitu Eksekutif, Yudikatif dan Legeslatif sudah seharusnya ikut berperan aktif demi menyelamatkan Negara dan Bangsa ini”, sebut Hidayatullah.
“Bagaimana negara ini bisa maju ucap Hidayatullah lagi, bila di negara ini masih ada julukan Cebong, Kampret maupun Kadrun . Tanpa kita sadari hutang Indonesia saat ini sudah mencapai 6 Ribu Triliun, sementara setiap tahunnya dibayar 1000 Triliun lebih untuk bunganya saja . Perlu diketahui bahwa jauh sebelum adanya Covid pemerintah bergantung pada hutang dan kita menolak . Disini saya melihat sepertinya ada permainan kelas atas dengan bunganya tinggi, jadi kita tidak mau uang rakyat untuk menangani atau bailout istilahnya . Dalam hal ini kta sudah sama-sama tau seperti kasus yang lalu-lalu itu, semuanya akhirnya ditanggung kepada rakyat karena untuk Covid-19 dan Uang Pemulihan Ekonomi Nasional.”
Uang Covid dan Pemulihan Ekonomi Nasional itu bersumber dari hutang seperti halnya BUMN Jiwa Sraya dibantu 20 Triliun dan uangnya dari hutang. Namun ketika kita bicara hutang maka yang untuk membayarnya kita semua Rakyat Indonesia yang menanggung melalui pajak langsung dan tidak langsung, itu baru hanya untuk Jiwas Raya saja.
“Peran DPR disini sudah diikat tidak bisa ikut campur dalam persoalan Pengolahan APBN mulai penyusunannya. Sehingga pemerintah sekarang berjalan sendiri gak ada pengawasan karena pihak Legeslatif Mayoritas Berkoalisi semuanya mendukung. Ada pertanyaan dari masyarakat saat Reses, mengapa DPR nya bersikap seperti itu, apakah tidak ada cara untuk mengumpulkan Anggota DPR yang punya pemikiran sehat untuk menentang kebijakan itu. Hal ini saya jawab dan katakan bahwa kebijakan di DPR itu tergantung kepada Fraksi gak bisa orang perorang karena Fraksi itu merupakan perpanjangan tangan partai, sementara partainya sudah masuk Koalisi dan dapat Jatah Mentri.
Negara kita ini untuk politiknya mengarah Kepolitik Fleksibel dan bicara soal ekonomi negara kita sudah mengarah kebangkrutan karena negara kita sudah melakukan namanya “Gali Lubang Tutup Lubang”, tegas Hidayatullah
Masih dengan H Hidayatullah, Negara hanya bisa memperbaiki penyakit ini apa bila pajak kita bisa meningkat. Kalau pajak kita tidak meningkat bagaimana kita mau bayar hutang, ya kita harus ngutang lagi kan, yang menjadi pertanyaannya bagaimana pajak usaha kita meningkat, Dunia Usaha kita sudah masuk Resesi Ekonomi, secara teori pertumbuhan minus 2 kuarter berturut-turut kita sudah masuk resesi ekonomi, di kuarter ke dua tahun 2020 pertumbuhan ekonomi kita sudah minus 5 persen, kuarter ke tiga tumbuh minus 3 persen, dan di kuarter ke empat tahun 2020 ekonomi kita tumbuh minus 2 persen, jadi ketiga kuarter kita sudah tumbuh minus itu namanya kita sudah resesi ekonomi artinya dunia usaha kita dalam posisi hancur-hancuran, bagaimana mereka itu bisa membayar pajak”.
Ditahun 2021 ada persoalan lagi, bahwasannya kita mau berhutang 903 triliun itu hutangnya kesiapa, sementara negara-negara luar juga sedang mengalami masalah yang sama yaitu Pandemi Covid-19, alternatif lainnya pemerintah menjual surat hutang yang sekarang suku bunganya paling tinggi di dunia 7 sampai 8 persen, sedangkan negara-negara lain hanya 3 sampai 4 persen aja,” sebutnya .
” Bank Indonesia yang dulunya Independent sekarang bisa dipaksa pemerintah untuk membeli Surat Hutang, itu dengan bunga 0 persen. Diperhitungkan 5 tahun kedepan Bank Indonesia Neraca Keuangannya akan rugi dan apabila surat pinjaman itu tidak laku juga oleh BI maka pilihan ketiganya pemerintah cetak uang, karena ada kabar pemerintah mau cetak uang 600 triliun, namun begitu kita cetak uang dipastikan ekonomi kita makin hancur, inflasi akan tinggi, tingkat suku bunga juga akan sangat tinggi”.
“Dimasa Pandemi ini pemerintah harus memikirkan bagaimana cara mengatasi rakyat yang berdampak pandemi, saat ini pemerintah hanya mampu melalui bantuan dengan cara berhutang, sampai kapan pemerintah bisa bertahan berkaitan tentang ini, karena Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) sudah mulai tersendat-sendat uangnya tidak jelas,kata Hidayatullah lagi.(Gun)